Universitas Surabaya Maju Terus: Di Warung Wanita Katolik Cukup Rp 1.500 untuk Berbuka

Kamis, 02 September 2010

Di Warung Wanita Katolik Cukup Rp 1.500 untuk Berbuka


Sejak awal bulan puasa lalu, setiap menjelang magrib, banyak sekali becak berkerumun di depan pintu gerbang Rumah Bersalin (RB) Panti Siwi di Jalan Kartini, Jember, Jawa Timur. Mereka bukan menunggu atau mengantar penumpang, melainkan menunggu waktu berbuka puasa.

"Sudah tiga tahun berbuka di sini, murah dan enak," kata P Satrio alias Riyanto, 38 tahun, seorang tukang becak. Bersama belasan temannya sesama tukang becak yang biasa mangkal sekitar 500 meter dari tempat itu, dia mengaku menikmati berbuka puasa bersama di tempat itu.

Tak hanya tukang becak, sejumlah pedagang asongan, pengamen jalanan, dan tukang parkir juga ikut antre 'menebus' makanan berbuka. "Pulang ke rumah jauh, di sini Rp 1.500 sudah dapat nasi, lauk, dan minum es teh sepuasnya," tutur Jaelani, 40 tahun, pedagang asongan di kawasan alun-alun Jember yang berjarak 100 meter dari sana.

Karena tidak ada tempat khusus, para pembeli makanan yang berbuka puasa duduk lesehan di sekitar halaman Panti Siwi atau di dalam becak. Sambil ngobrol, mereka menunggu waktu berbuka tiba. Saat azan magrib berkumandang, mereka pun langsung melahap bukaan puasanya.

Adalah ibu-ibu Wanita Katolik RI yang membuat "warung untuk berbuka puasa bagi kaum duafa". Warung murah itu didirikan di halaman Rumah Bersalin (RB) Panti Siwi yang berdekatan dengan gereja Katolik Santo Yusuf Jember sejak 2004. Setiap sore, ibu-ibu itu menyediakan sekitar 250 piring nasi.

"Di sini, menu buka puasa Rp 1.500 itu sudah dengan teh manis hangat atau es teh manis sepuasnya," kata koordinator warung, Ny Maya Gunawan. Menu berbuka itu pun laris manis.

Sebenarnya, kata Ny Maya, ibu-ibu tersebut ingin membagi gratis makanan buka puasa pada kelompok ekonomi lemah itu. "Tetapi kalau membagi cuma-cuma khawatir dicurigai, nanti dibilangin maunya apa, kok memberi gratis," lanjut Maya. Padahal ibu-ibu tersebut hanya ingin membantu orang-orang yang berpuasa.

Tak terasa, hingga kini, tradisi tersebut telah berjalan selama tujuh kali puasa. Menu yang disediakan beragam, terkadang sayur lodeh, pecel, soto dengan lauk tempe, dadar jagung, dan terkadang ayam. "Kalau ngomong untung yang jelas tidak untung. Tetapi bukan itu yang dicari. Kami ingin menjalin harmoni dan toleransi sesama," lanjut Maya.

Awalnya, untuk modal membuka warung itu didapat dari urunan antar ibu-ibu itu sendiri. Tetapi kini ada kelompok-kelompok lain yang menyumbang setelah tahu kegiatan itu.

Post by : Universitas Surabaya Maju Terus

sumber : http://ramadan.tempointeraktif.com/hg/kabar_lebaran_10/2010/09/02/brk,20100902-275818,id.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Submit Sitemap Increase Google Page Rank Technology Blogs